Skip to main content

Nasruddin Hoja: Jangan Terlalu Dalam

Telah berulang kali Nasruddin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian. Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untuk menandatangani perjanjian itu.


Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasruddin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Tapi — kita tahu — menyogok itu diharamkan. Maka Nasruddin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri.

Nasruddin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan kotoran sapi hingga hampir penuh. Kemudian di atasnya, Nasruddin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim.

Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nasruddin.

Nasruddin kemudian bertanya, “Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan ?”

Hakim tersenyum lebar. “Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya.” Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. “Wah, enak benar mentega ini!”

“Yah,” jawab Nasruddin, “Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam.” Dan berlalulah Nasruddin.

Popular posts from this blog

Nasruddin Hoja: Yang Tersulit

Salah seorang murid Nasruddin di sekolah bertanya, “Manakah keberhasilan yang paling besar, orang yang bisa menundukkan sebuah kerajaan, orang yang bisa tetapi tidak mau, atau orang yang mencegah orang lain melakukan hal itu?” “Nampaknya ada tugas yang lebih sulit daripada ketiganya,” kata Nasruddin. “Apa itu?” “Mencoba mengajar engkau untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.”

Nasruddin Hoja: Yang Benar

Nasruddin sedang menjadi hakim di pengadilan kota. Mula-mula ia mendengarkan dakwaan yang berapi-api dengan fakta yang tak tersangkalkan dari jaksa. Setelah jaksa selesai dengan dakwaannya, Nasruddin berkomentar, “Aku rasa engkau benar.” Petugas majelis membujuk Nasruddin, mengingatkan bahwa terdakwa belum membela diri. Terdakwa diwakili oleh pengacara yang pandai mengolah logika, sehingga Nasruddin kembali terpikat. Setelah pengacara selesai, Nasruddin kembali berkomentar, “Aku rasa engkau benar.” Petugas mengingatkan Nasruddin bahwa tidak mungkin jaksa betul dan sekaligus pengacara juga betul. Harus ada salah satu yang salah ! Nasruddin menatapnya lesu, dan kemudian berkomentar, “Aku rasa engkau benar.”

Nasruddin Hoja: Pelayan Raja

Nasruddin menjadi orang penting di istana, dan bersibuk mengatur urusan di dalam istana. Suatu hari raja merasa lapar. Beberapa koki menyajikan hidangan yang enak sekali. “Tidakkah ini sayuran terbaik di dunia, Mullah ?” tanya raja kepada Nasruddin. “Teramat baik, Tuanku.” Mendengar komentar Nasruddin, raja meminta dimasakkan sayuran itu setiap saat. Lima hari kemudian, ketika koki untuk yang kesepuluh kali memasak masakan yang sama, raja berteriak: “Singkirkan semuanya! Aku benci makanan ini!” “Memang sayuran terburuk di dunia, Tuanku.” ujar Nasruddin. “Tapi belum satu minggu yang lalu engkau mengatakan bahwa itu sayuran terbaik.” “Memang benar. Tapi saya pelayan raja, bukan pelayan sayuran.”