Skip to main content

Nasruddin Hoja: Keadilan dan Kelaliman

Tak lama setelah menduduki kawasan Anatolia, Timur Lenk mengundang para ulama di kawasan itu.


Setiap ulama beroleh pertanyaan yang sama. “Jawablah, apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal.”

Beberapa ulama telah jatuh menjadi korban kejahatan Timur Lenk ini. Dan akhirnya, tibalah waktunya Nasruddin diundang.

Ini adalah perjumpaan resmi Nasruddin yang pertama dengan Timur Lenk.

Timur Lenk kembali bertanya dengan angkuh, “Jawablah, apakah aku adil ataukah lalim. Kalau menurutmu aku adil, maka dengan keadilanku engkau akan kugantung. Sedang kalau menurutmu aku lalim, maka dengan kelalimanku engkau akan kupenggal.”

Dan dengan menenangkan diri, Nasruddin menjawab, “Sesungguhnya, kamilah, para penduduk di sini, yang merupakan orang-orang lalim dan abai. Sedangkan Anda adalah pedang keadilan yang diturunkan Allah yang Maha Adil kepada kami.”

Setelah berpikir sejenak, Timur Lenk mengakui kecerdikan jawaban itu. Maka untuk sementara para ulama terbebas dari kejahatan Timur Lenk lebih lanjut.

Popular posts from this blog

Nasruddin Hoja: Yang Tersulit

Salah seorang murid Nasruddin di sekolah bertanya, “Manakah keberhasilan yang paling besar, orang yang bisa menundukkan sebuah kerajaan, orang yang bisa tetapi tidak mau, atau orang yang mencegah orang lain melakukan hal itu?” “Nampaknya ada tugas yang lebih sulit daripada ketiganya,” kata Nasruddin. “Apa itu?” “Mencoba mengajar engkau untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.”

Nasruddin Hoja: Yang Benar

Nasruddin sedang menjadi hakim di pengadilan kota. Mula-mula ia mendengarkan dakwaan yang berapi-api dengan fakta yang tak tersangkalkan dari jaksa. Setelah jaksa selesai dengan dakwaannya, Nasruddin berkomentar, “Aku rasa engkau benar.” Petugas majelis membujuk Nasruddin, mengingatkan bahwa terdakwa belum membela diri. Terdakwa diwakili oleh pengacara yang pandai mengolah logika, sehingga Nasruddin kembali terpikat. Setelah pengacara selesai, Nasruddin kembali berkomentar, “Aku rasa engkau benar.” Petugas mengingatkan Nasruddin bahwa tidak mungkin jaksa betul dan sekaligus pengacara juga betul. Harus ada salah satu yang salah ! Nasruddin menatapnya lesu, dan kemudian berkomentar, “Aku rasa engkau benar.”

Nasruddin Hoja: Mengabdi pada Pemilik Segala-Nya

Nasruddin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh supaya Nasruddin mencari kerja upahan. “Tapi aku mengabdi kepada Allah saja,” kata Nasruddin mendengar istrinya mengeluhkan kemiskinan . “Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah,” kata istrinya. Nasruddin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, “Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!” berulang-ulang. Tetangganya ingin mempermainkan Nasruddin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nasruddin. Tapi ia terkejut waktu Nasruddin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak “Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah.” Sang tetangga menyerbu rumah Nasruddin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nasruddin menjawab “Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah.” Tetangganya marah. Ia mengajak Nasruddin menghadap hakim. Nasruddin berkelit, “Aku tidak pantas ke pengadil