Skip to main content

Nasruddin Hoja: Itik Berkaki Satu

Sekali lagi Nasruddin diundang Timur Lenk.


Nasruddin ingin membawa buah tangan berupa itik panggang. Sayang sekali, itik itu telah dimakan Nasruddin sebuah kakinya pagi itu. Setelah berpikir-pikir, akhirnya Nasruddin membawa juga itik panggang berkaki satu itu menghadap Timur Lenk.

Seperti yang kita harapkan, Timur Lenk bertanya pada Nasruddin, “Mengapa itik panggang ini hanya berkaki satu?”

“Memang di negeri ini itik-itik hanya memiliki satu kaki. Kalau Anda tidak percaya, cobalah lihat di kolam.” Mereka berdua berjalan ke kolam.

Di sana, banyak itik berendam sambil mengangkat sebuah kakinya, sehingga nampak hanya berkaki satu.

“Lihatlah,” kata Nasruddin puas, “Di sini itik hanya berkaki satu.”

Tentu Timur Lenk tidak mau ditipu. Maka ia pun berteriak keras. Semua itik kaget, menurunkan kaki yang dilipat, dan beterbangan. Tapi

Nasruddin tidak kehilangan akal. “Subhanallah,” katanya, “Bahkan itik pun takut pada keinginan Anda. Barangkali kalau Anda meneriaki saya, saya akan ketakutan dan secara reflek menggandakan kaki jadi empat dan kemudian terbang juga.”

Popular posts from this blog

Nasruddin Hoja: Yang Tersulit

Salah seorang murid Nasruddin di sekolah bertanya, “Manakah keberhasilan yang paling besar, orang yang bisa menundukkan sebuah kerajaan, orang yang bisa tetapi tidak mau, atau orang yang mencegah orang lain melakukan hal itu?” “Nampaknya ada tugas yang lebih sulit daripada ketiganya,” kata Nasruddin. “Apa itu?” “Mencoba mengajar engkau untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.”

Nasruddin Hoja: Nasib dan Asumsi

“Apa artinya nasib, Mullah ?” “Sekumpulan asumsi.” “Bagaimana?” “Begini.. Engkau menganggap bahwa segalanya akan berjalan baik, tetapi kenyataannya tidak begitu. Nah itu yang disebut nasib buruk. Atau, engkau punya asumsi bahwa hal-hal tertentu akan menjadi buruk, tetapi nyatanya tidak terjadi. Itu nasib baik namanya. Engkau punya asumsi bahwa sesuatu akan terjadi atau tidak terjadi, kemudian engkau kehilangan intuisi atas apa yang akan terjadi, dan akhirnya berasumsi bahwa masa depan tidak dapat ditebak. Ketika engkau terperangkap di dalamnya, maka engkau namakan itu nasib.”

Nasruddin Hoja: Perusuh

Kebetulan Nasruddin sedang ke kota raja. Tampaknya ada kesibukan luar biasa di istana. Karena ingin tahu, Nasruddin mencoba mendekati pintu istana. Tapi pengawal bersikap sangat waspada dan tidak ramah. “Menjauhlah engkau, hai Mullah!” teriak pengawal. (Nasruddin dikenali sebagai mullah karena pakaiannya) “Mengapa?” tanya Nasruddin. “Raja sedang menerima tamu-tamu agung dari seluruh negeri. Saat ini sedang berlangsung pembicaraan penting. Pergilah!” “Tapi mengapa rakyat harus menjauh?” “Pembicaraan ini menyangkut nasib rakyat. Kami hanya menjaga agar tidak ada perusuh yang masuk dan mengganggu. Sekarang, pergilah!” “Iya, aku pergi. Tapi pikirkan ini: bagaimana kalau perusuhnya sudah ada di dalam sana?” kata Nasruddin sambil beranjak dari tempatnya.