Skip to main content

Nasruddin Hoja: Mengabdi pada Pemilik Segala-Nya


Nasruddin hampir selalu miskin. Ia tidak mengeluh, tapi suatu hari istrinyalah yang mengeluh supaya Nasruddin mencari kerja upahan.

“Tapi aku mengabdi kepada Allah saja,” kata Nasruddin mendengar istrinya mengeluhkan kemiskinan .

“Kalau begitu, mintalah upah kepada Allah,” kata istrinya.

Nasruddin langsung ke pekarangan, bersujud, dan berteriak keras-keras, “Ya Allah, berilah hamba upah seratus keping perak!” berulang-ulang.

Tetangganya ingin mempermainkan Nasruddin. Ia melemparkan seratus keping perak ke kepala Nasruddin. Tapi ia terkejut waktu Nasruddin membawa lari uang itu ke dalam rumah dengan gembira, sambil berteriak “Hai, aku ternyata memang wali Allah. Ini upahku dari Allah.”

Sang tetangga menyerbu rumah Nasruddin, meminta kembali uang yang baru dilemparkannya. Nasruddin menjawab “Aku memohon kepada Allah, dan uang yang jatuh itu pasti jawaban dari Allah.”

Tetangganya marah. Ia mengajak Nasruddin menghadap hakim. Nasruddin berkelit, “Aku tidak pantas ke pengadilan dalam keadaan begini. Aku tidak punya kuda dan pakaian bagus. Pasti hakim berprasangka buruk pada orang miskin.”

Sang tetangga meminjamkan jubah dan kuda.

Tidak lama kemudian, mereka menghadap hakim. Tetangga Nasruddin segera mengadukan halnya pada hakim.

“Bagaimana pembelaanmu?” tanya hakim pada Nasruddin.

“Tetangga saya ini gila, Tuan,” kata Nasruddin.

“Apa buktinya?” tanya hakim.

“Tuan Hakim bisa memeriksanya langsung. Ia pikir segala yang ada di dunia ini miliknya. Coba tanyakan misalnya tentang jubah saya dan kuda saya, tentu semua diakui sebagai miliknya. Apalagi pula uang saya.”

Dengan kaget, sang tetangga berteriak, “Tetapi itu semua memang milikku!”

Bagi sang hakim, bukti-bukti sudah cukup. Perkara putus.

Popular posts from this blog

Nasruddin Hoja: Yang Tersulit

Salah seorang murid Nasruddin di sekolah bertanya, “Manakah keberhasilan yang paling besar, orang yang bisa menundukkan sebuah kerajaan, orang yang bisa tetapi tidak mau, atau orang yang mencegah orang lain melakukan hal itu?” “Nampaknya ada tugas yang lebih sulit daripada ketiganya,” kata Nasruddin. “Apa itu?” “Mencoba mengajar engkau untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.”

Nasruddin Hoja: Yang Benar

Nasruddin sedang menjadi hakim di pengadilan kota. Mula-mula ia mendengarkan dakwaan yang berapi-api dengan fakta yang tak tersangkalkan dari jaksa. Setelah jaksa selesai dengan dakwaannya, Nasruddin berkomentar, “Aku rasa engkau benar.” Petugas majelis membujuk Nasruddin, mengingatkan bahwa terdakwa belum membela diri. Terdakwa diwakili oleh pengacara yang pandai mengolah logika, sehingga Nasruddin kembali terpikat. Setelah pengacara selesai, Nasruddin kembali berkomentar, “Aku rasa engkau benar.” Petugas mengingatkan Nasruddin bahwa tidak mungkin jaksa betul dan sekaligus pengacara juga betul. Harus ada salah satu yang salah ! Nasruddin menatapnya lesu, dan kemudian berkomentar, “Aku rasa engkau benar.”