Skip to main content

Nasruddin Hoja: Pelayan Raja

Nasruddin menjadi orang penting di istana, dan bersibuk mengatur urusan di dalam istana. Suatu hari raja merasa lapar. Beberapa koki menyajikan hidangan yang enak sekali.

“Tidakkah ini sayuran terbaik di dunia, Mullah ?” tanya raja kepada Nasruddin.
“Teramat baik, Tuanku.”

Mendengar komentar Nasruddin, raja meminta dimasakkan sayuran itu setiap saat.

Lima hari kemudian, ketika koki untuk yang kesepuluh kali memasak masakan yang sama, raja berteriak:

“Singkirkan semuanya! Aku benci makanan ini!”
“Memang sayuran terburuk di dunia, Tuanku.” ujar Nasruddin.
“Tapi belum satu minggu yang lalu engkau mengatakan bahwa itu sayuran terbaik.”

“Memang benar. Tapi saya pelayan raja, bukan pelayan sayuran.”

Popular posts from this blog

Nasruddin Hoja: Yang Tersulit

Salah seorang murid Nasruddin di sekolah bertanya, “Manakah keberhasilan yang paling besar, orang yang bisa menundukkan sebuah kerajaan, orang yang bisa tetapi tidak mau, atau orang yang mencegah orang lain melakukan hal itu?” “Nampaknya ada tugas yang lebih sulit daripada ketiganya,” kata Nasruddin. “Apa itu?” “Mencoba mengajar engkau untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.”

Nasruddin Hoja: Nasib dan Asumsi

“Apa artinya nasib, Mullah ?” “Sekumpulan asumsi.” “Bagaimana?” “Begini.. Engkau menganggap bahwa segalanya akan berjalan baik, tetapi kenyataannya tidak begitu. Nah itu yang disebut nasib buruk. Atau, engkau punya asumsi bahwa hal-hal tertentu akan menjadi buruk, tetapi nyatanya tidak terjadi. Itu nasib baik namanya. Engkau punya asumsi bahwa sesuatu akan terjadi atau tidak terjadi, kemudian engkau kehilangan intuisi atas apa yang akan terjadi, dan akhirnya berasumsi bahwa masa depan tidak dapat ditebak. Ketika engkau terperangkap di dalamnya, maka engkau namakan itu nasib.”

Nasruddin Hoja: Perusuh

Kebetulan Nasruddin sedang ke kota raja. Tampaknya ada kesibukan luar biasa di istana. Karena ingin tahu, Nasruddin mencoba mendekati pintu istana. Tapi pengawal bersikap sangat waspada dan tidak ramah. “Menjauhlah engkau, hai Mullah!” teriak pengawal. (Nasruddin dikenali sebagai mullah karena pakaiannya) “Mengapa?” tanya Nasruddin. “Raja sedang menerima tamu-tamu agung dari seluruh negeri. Saat ini sedang berlangsung pembicaraan penting. Pergilah!” “Tapi mengapa rakyat harus menjauh?” “Pembicaraan ini menyangkut nasib rakyat. Kami hanya menjaga agar tidak ada perusuh yang masuk dan mengganggu. Sekarang, pergilah!” “Iya, aku pergi. Tapi pikirkan ini: bagaimana kalau perusuhnya sudah ada di dalam sana?” kata Nasruddin sambil beranjak dari tempatnya.