Skip to main content

Posts

Nasruddin Hoja: Pada Sebuah Kapal

Nasruddin berlayar dengan kapal besar. Cuaca cerah menyegarkan, tetapi Nasruddin selalu mengingatkan orang akan bahaya cuaca buruk. Orang-orang tak mengindahkannya. Kemudian cuaca benar-benar menjadi buruk, badai besar menghadang, dan kapal terombang ambing nyaris tenggelam. Para penumpang mulai berlutut, berdoa, dan berteriak-teriak minta tolong. Mereka berdoa dan berjanji untuk berbuat sebanyak mungkin kebajikan jika mereka selamat. “Teman-teman!” teriak Nasruddin. “Jangan boros dengan janji-janji indah! Aku melihat daratan!”

Nasruddin Hoja: Makanan Untuk Baju II

Nasruddin Hoja menghadiri sebuah pesta pernikahan. Dilihatnya seorang sahabatnya sedang asyik makan. Namun, di samping makan sebanyak-banyaknya, ia sibuk pula mengisi kantong bajunya dengan makanan. Melihat kerakusan sahabatnya, Nasruddin mengambil teko berisi air. Diam-diam, diisinya kantong baju sahabatnya dengan air. Tentu saja sahabatnya itu terkejut, dan berteriak, “Hai Nasruddin, gilakah kau ? Masa kantongku kau tuangi air!” “Maaf, aku tidak bermaksud buruk, sahabat,” jawab Nasruddin, “Karena tadi kulihat betapa banyak makanan ditelan oleh kantongmu, maka aku khawatir dia akan haus. Karena itu kuberi minum secukupnya.”

Nasruddin Hoja: Makanan Untuk Baju I

Nasruddin Hoja menghadiri sebuah pesta. Tetapi karena hanya memakai pakaian yang tua dan jelek, tidak ada seorang pun yang menyambutnya. Dengan kecewa Nasruddin pulang kembali. Namun tak lama, Nasruddin kembali dengan memakai pakaian yang baru dan indah. Kali ini tuan rumah menyambutnya dengan ramah. Ia diberi tempat duduk dan memperoleh hidangan seperti tamu-tamu lainnya. Tetapi Nasruddin segera melepaskan baju itu di atas hidangan dan berseru, “Hei baju baru, makanlah! Makanlah sepuas-puasmu!” Untuk mana ia memberikan alasan “Ketika aku datang dengan baju yang tadi, tidak ada seorang pun yang memberi aku makan. Tapi waktu aku kembali dengan baju yang ini, aku mendapatkan tempat yang bagus dan makanan yang enak. Tentu saja ini hak bajuku. Bukan untukku.”

Nasruddin Hoja: Minta Hujan

Nasruddin sedang mengembara cukup jauh ketika ia sampai di sebuah kampung yang sangat kekurangan air. Menyambut Nasruddin, beberapa penduduk mengeluh. “Sudah enam bulan tidak turun hujan di tempat ini, ya Mullah. Tanaman-tanaman mati. Air persediaan kami tinggan beberapa kantong lagi. Tolonglah kami. Berdoalah meminta hujan.” Nasruddin mau menolong mereka. Tetapi ia minta dulu seember air. Maka datanglah setiap kepala keluarga membawa air terakhir yang mereka miliki. Total terkumpul hanya setengah ember air. Nasruddin melepas pakaiannya yang kotor, dan dengan air itu, Nasruddin mulai mencucinya. Penduduk kampung terkejut, “Mullah ! Itu air terakhir kami, untuk minum anak-anak kami!” Di tengah kegaduhan, dengan tenang Nasruddin mengangkat bajunya, dan menjemurnya. Pada saat itu, terdengar guntur dahsyat, yang disusul hujan lebat. Penduduk lupa akan marahnya, dan mereka berteriak gembira. “Bajuku hanya satu ini,” kata Nasruddin di tengah hujan dan teriakan penduduk, “Bila ...

Nasruddin Hoja: Cara Membaca Buku

Seorang yang filosof dogmatis sedang meyampaikan ceramah. Nasruddin mengamati bahwa jalan pikiran sang filosof terkotak-kotak, dan sering menggunakan aspek intelektual yang tidak realistis. Setiap masalah didiskusikan dengan menyitir buku-buku dan kisah-kisah klasik, dianalogikan dengan cara yang tidak semestinya. Akhirnya, sang penceramah mengacungkan buku hasil karyanya sendiri. Nasruddin segera mengacungkan tangan untuk menerimanya pertama kali. Sambil memegangnya dengan serius, Nasruddin membuka halaman demi halaman, berdiam diri. Lama sekali. Sang penceramah mulai kesal. “Engkau bahkan membaca bukuku terbalik!” “Aku tahu,” jawab Nasruddin acuh, “Tapi karena cuma ini satu-satunya hasil karyamu, rasanya, ya, memang begini caranya mempelajari jalan pikiranmu.”

Nasruddin Hoja: Jatuh ke Kolam

Nasruddin hampir terjatuh ke kolam. Tapi orang yang tidak terlalu dikenalnya berada di dekatnya menolong pada saat yang tepat. Namun setelah itu, setiap kali bertemu Nasruddin orang itu selalu membicarakan peristiwa itu, dan membuat Nasruddin berterima kasih berulang-ulang. Suatu hari, untuk yang kesekian kalinya, orang itu menyinggung peristiwa itu lagi. Nasruddin mengajaknya ke kolam tempatnya hampir jatuh, dan kali ini Nasruddin langsung melompat ke air. “Kau lihat! Sekarang aku sudah benar-benar basah seperti yang seharusnya terjadi kalau engkau dulu tidak menolongku. Sudah, pergi sana!”

Nasruddin Hoja: Jangan Terlalu Dalam

Telah berulang kali Nasruddin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian. Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untuk menandatangani perjanjian itu. Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasruddin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok. Tapi — kita tahu — menyogok itu diharamkan. Maka Nasruddin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri. Nasruddin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan kotoran sapi hingga hampir penuh. Kemudian di atasnya, Nasruddin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nasruddin. Nasruddin kemudian bertanya, “Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan ?” Hakim tersenyum lebar. “Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya.” Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. “Wah, enak benar m...